Metode Penafsiran Dalam Perkara Tindak Pidana Perzinahan (Studi Kasus Putusan Nomor 1074/Pid.B/2019/Pn Sby)

Deka, Afri Freddiansyah (2021) Metode Penafsiran Dalam Perkara Tindak Pidana Perzinahan (Studi Kasus Putusan Nomor 1074/Pid.B/2019/Pn Sby). Other thesis, Universitas Wijaya Putra.

[img] Text (Metode Penafsiran Dalam Perkara Tindak Pidana Perzinahan (Studi Kasus Putusan Nomor 1074/Pid.B/2019/Pn Sby))
Deka Afri Freddiansyah (17041022).pdf
Restricted to Registered users only

Download (708kB) | Request a copy

Abstract

Dari pembahasan sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ratio decidendi dapat dilihat dari pertimbangan majelis hakim model penafsiran yang digunakan sebagai bahan memutuskan suatu perkara. Dari pertimbangan hukum pula dapat tergambar metode penafsiran yang digunakan hakim yang berangkat dari fakta dan dasar hukum yang dipergunakan.
1. Pada putusan perkara Nomor 1047/Pid.B/2019/PN.Sby, majelis hakim menggunakan metode penafsiran gramatikal yakni metode menafsirkan kata-kata dalam undang-undang sesuai kaidah bahasa, kaidah hukum tata bahasa. Apa yang diatur dalam undang-undang dijadikan pedoman bagi hakim sebagai pedoman dalam memutuskan perkara tersebut. Disini majelis hakim seolah-olah bertindak sebagai corong undang-undang dengan menjalankan bunyi undang-undang semata.
2. Demikian pula pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU- XIV/2016, dalam memeriksa yudisial review dengan ketentuan Pasal 284 KUHP menganut metode penafsiran gramatikal. Akan tetapi dalam putusan tersebut terjadi disenting opinion dari 4 (empat) hakim konstitusi yang menggunakan interpretasi teleologis dan sosiologis. Interpretasi teleologis terjadi apabila makna undang-undang itu ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan. Peraturan perundang-undangan di sesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. Metode penafsiran teologis seyogyanya digunakan karena pada dasarnya tujuan pembentuk undang- undang harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. ratio decidendi merupakan bahian pertimbangan hukum yang menjadi alas an maupun dasar dalam menentukan ditetapkannya suatu putusan yang kemudian dirumuskan dalam amar putusan. Ratio decidendi tidak dapat dipisahkan dari amar putusan, karena bagian pertimbangan hukum memiliki kekuatan menggikat secara hukum, dan bisa diimplementasikan sebagai kaidah hukum. Berbeda dengan obiter dictum, yang tidak memiliki hubungan secara langsung dengan masalah hukum yang diuji, oleh karenanya maka kedudukan obiter dictum tidak dapat disetarakan dengan amar putusan. Obiter dictum merupakan sekedar analogia atau ilustrasi ketika menyudut argumentasi saat menentukan pertimbangan hukum, sehingga tidak mempunyak kekuatan hukum mengikat.

Item Type: Thesis (Other)
Uncontrolled Keywords: Metode Penafsiran, Perkara Tindak Pidana, Perzinahan
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum
Depositing User: Mochamad Danny Rochman, A.Md. Lib., S.S.I.
Date Deposited: 20 Sep 2021 05:29
Last Modified: 20 Sep 2021 05:30
URI: http://eprints.uwp.ac.id/id/eprint/3086

Actions (login required)

View Item View Item