IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG PELANGGARAN PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DI KABUPATEN GRESIK

SULISWANTO, SULISWANTO (2017) IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG PELANGGARAN PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DI KABUPATEN GRESIK. Other thesis, UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA.

[img] Text (IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 07 TAHUN 2002 TENTANG PELANGGARAN PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DI KABUPATEN GRESIK)
30.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB)

Abstract

Pelaku pelacuran adalah kalangan wanita remaja hingga kalangan wanitaparuh baya dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah. Pelacuran merupakanperbuatan menjual jasa seksual seperti oral sex dan hubungan badan demimendapatkan uang. Seseorang yang melakukan jasa seksual disebut pelacur atausekarang lebih sering disebut dengan Pekerja Seks Komersial (PSK). Salah satupenyebab terus menjamurnya pelacuran adalah karena daerah Kabupaten Gresik sebagai daerah wisata cukup mendukung. Pelacuran bisa dengan mudahditemukan di daerah pariwisata di Kabupaten Gresik.Sebagai institusi pemerintah, semestinya Kabupatem Gresik memberikanlayanan publik yang baik. Layanan dapat berwujud respon pemerintah daerahdalam meregulasi kebijakan dalam bentuk aturan-aturan yang dapatmengantisipasi berbagai problem. Sebenarnya pemerintah daerah sudahmempunyai peraturan daerah yang melarang pelacuran. Implementasi Perda yang dihadapi oleh pemerintah daerah dibagi ke dalam dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu keterbatasan pengetahuan dari stakeholder tentang Perda pemberantasan pelacuran; belum efektifnya pelaksanaan rehabilitasi sosial; minimnya pendanaan bagi penanggulangan wanita tuna susila; keterbatasan personil penanggulangan wanita tuna susila; belum ditemukannya langkah yang tepat dalam mengatasi masalah pelacuran karena pelacuran terkait dengan perubahan sosial lainnya dan bocornya informasi pelaksanaan razia. Sedangkan untuk faktor eksternal yaitu masih lemahnya pendataan wanita tuna susila; masih saling melindungi antar sesama pelacur katika ada razia dan rendahnya sanksi bagi terdakwa. Upaya-upaya yang selama ini dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi faktor internal melakukan pencermatan materi Perda pemberantasan pelacuran; melakukan sosialisasi dampak dari melakukan hubungan seks bebas; melakukan kerjasama dengan kasi penanggulangan anak; bekerjasama dengan lembaga lain hanya sebatas apabila ada agenda bersama; melakukan rapat dadakan; berkoordinasi dengan polisi militer dan wartawan; mengikutsertakan penyidik pegawai negeri sipil dalam setiap oprasi. Sedangkan upaya yang dilakukan untuk mengatasi dari faktor ekternal adalah mendapatkan data dari presensi peserta setiap program yang dilakukan oleh Dinas Sosial; menjalin komunikasi yang baik dengan pengurus kafe; memberipertimbangan atas pendapat hakim; mengutus polisi pamong praja yang berpakaian preman ke tempat oprasi. Akibat belum optimalnya implementasi Perda pemberantasan pelacuran berakibat sampai sekarang masih ada pelacuran di Kabupaten Gresik.

Item Type: Thesis (Other)
Uncontrolled Keywords: Perda Pelacuran dan Pencabulan
Subjects: J Political Science > JQ Political institutions Asia
Divisions: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik > Administrasi Negara
Depositing User: Mudah Perpustakaan
Date Deposited: 09 Mar 2021 04:33
Last Modified: 09 Mar 2021 04:33
URI: http://eprints.uwp.ac.id/id/eprint/1924

Actions (login required)

View Item View Item